Ketua Fraksi PAN DPRD Provinsi Sumatera Utara, Yahdi Khoir Harahap MBA, meminta Bupati Batubara untuk mencermati serius perihal operasional pabrik pengolahan sawit yang dikelola PT.SAS di Kecamatan Seisuka. Tindakan tegas berupa sanksi penghentian aktivitas produksi memungkinkan dilakukan, jika dalam pemeriksaan skala luas dan mendalam ditemukan fakta bahwa perusahaan tidak mengantongi sejumlah dokumen penting, termasuk yang punya kaitan erat dengan lingkungan hidup.
"Kita tentunya senang jika industri berkembang di Batubara. Karena itu berarti iklim berusaha dan berinvestasi di daerah ini dinilai baik. Tapi yang jelas semua aturan mengenai aktifitas industri yang ada hubungan dengan lingkungan hidup harus menjadi sesuatu yang dihormati dan dipatuhi" Kata Yahdi yang juga poitisi senior Partai Amanat Nasional itu.
Ia memaparkan, apabila terjadi pengangkangan terhadap peraturan dan perundang-undangan, yang ditandai dengan absennya perizinan dan dokumen yang sah, khususnya yang berkenaan dengan lingkungan hidup, maka dapat dipastikan bahwa masyarakat lah yang akan sangat dirugikan.
"Kalau pabrik tidak memiliki instalasi pengolahan air limbah yang memenuhi syarat, maka itu sangat berrisiko terhadap lingkungan, apalagi kalau limbah itu dialirkan ke sungai" Sebut Yahdi
Padahal, jelas dia, masyarakat sampai saat ini masih sangat banyak yang memanfaatkan sungai untuk memenuhi kebutuhan hidup. Ia mencontohkan mengenai ribuan warga Perumahan Inalum di Tanjung Gading yang tetap bergantung pada pasokan air Sungai Sipare-pare yang tepat berada pada bagian hilir pabrik tersebut.
"Sungai yang tercemar. jelas akan sangat mengancam kesehatan dan keselamatan masyarakat. Itu menjadi aspek penting yang harus mendapatkan perhatian semua pihak termasuk Pemerintah Kabupaten Batubara" Tutur Yahdi dalam siaran persnya, kemarin
Yahdi juga yakin, Bupati Batubara saat ini, Baharuddin Siagian, sangat konsen dalam melindungi kepentingan masyarakatnya. Terlebih lagi, terhadap kesehatan warga yang diketahui menjadi salah satu aspek yang masuk dalam prioritas pembangunan pemerintah daerah.
Ia merinci, peraturan dan undang-undang yang punya relevansi dengan isu lingkungan hidup, yaitu UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Disebutkan, setiap kegiatan yang dapat menimbulkan pencemaran atau kerusakan lingkungan harus memiliki izin lingkungan. Juga, pengelolaan limbah harus dilakukan dengan mematuhi prinsip ke hati-hatian dan bertanggung jawab terhadap lingkungan
Lalu, ada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan. Yang termaktub dalam peraturan itu secara jelas memaparkan bahwa pengelolaan limbah dalam konteks kegiatan industri atau proyek tertentu memerlukan izin lingkungan yang mencakup pengelolaan limbah yang dihasilkan dari kegiatan tersebut.
Selain itu, terdapat pula Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bernomor 56 Tahun 2015 yang berisi tentang pedoman pengelolaan limbah cair. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor Tahun 2015 tentang Standar Pengelolaan Limbah Industri
Ditambah lagi dengan lahirnya PP Nomor 22 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Isinya mengatur perihal persetujuan lingkungan perlindungan dan pengelolaan mutu lingkungan pengendalian kerusakan lingkungan, pengelolaan limbah B3 dan non B3. Data penjamin pemulihan fungsi lingkungan, Sistem Informasi Lingkungan Hidup. serta pembinaan dan pengawasan.
Wujud nyata dari semua peraturan dan perundang-undangan tersebut, maka, menurut Yahdi yang juga mantan Wakil Bupati Asahan itu, operasional industri memerlukan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang memenuhi syarat. Lalu, Izin pengelolaan limbah domestik dan industri, Izin pembuangan limbah cair (IPLC) Izin pengelolaan limbah B3, termasuk transporter dan manifest (festronik)
Selanjutnya, dibutuhkan adanya izin pengambilan dan penggunaan air permukaan (SIPPA)Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) dan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) Pengecekan kualitas air limbah secara berkala termasuk yang dibuang ke badan air seperti sungai, saluran dan parit.
Begitupula perlunya tindakan SPARING (Sistem Pemantauan Kualitas Air Limbah secara terus- menerus dalam jaringan) Aktivitas tersebut berupa pemantauan real time terhadap kandungan keasaman air (pH), COD, BOD, suhu,Total Suspended Solid (TSS) dan Dissolved Oxyen (DO)
Selain diduga kuat bahwa PT.SAS belum melengkapi secara utuh dokumen perizinan mengenai Lingkungan Hidup dalam hal operasional pabrik pengolahan sawit di tepi Sungai Sipare-pare, masalah berikutnya yang perlu untuk ditinjau oleh pemerintah, menurut Yahdi, adalah mengenai kesesuaian peruntukan lahan pada titik lokasi pabrik. Pemkab, jelas dia, dapat mengambil tindakan yang lebih tegas, apabila pembangunan pabrik bertentangan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Batubara.
Hal itu masih diperparah lagi dengan dugaan yang menyangkut aksi penyerobotan badan jalan untuk akses masyarakat Dusun Tanjung Mulia, Desa Tanjung Gading. Hal itu, setidaknya menurut Yahdi terindikasi dengan pembangunan tembok pabrik. Padahal, jalan tersebut, menurut Yahdi, selama ini pembangunannya masuk dalam anggaran pembiayaan pemerintah.
"Atas semua dugaan pelanggaran yang dilakukan PT.SAS, Diminta kepada Bupati Batubara untuk mengambil langkah tegas dengan menghentikan operasional pabrik tersebut" Sebut Yahdi***release
