![]() |
.Penari Zapin Batubara |
Ia biasa dipanggil Kundo, Ia renta. Wafat bersandang kemiskinan, Tapi ia menjadi penutur terakhir bahasa dan dialek Melayu sebagai bahasa ibu tempat ia dilahirkan.
Lalu, akankan tragedi semacam itu wujud? Jawabannya: mungkin. Itu bukanlah semacam kekhawatiran yang berlebih-lebihan.
Paling tidak, apa yang dipaparkan Badan Bahasa Kemendikbud yang dilansir pada sebuah jurnal di kompas.com tahun lalu, dapat dijadikan ukuran;
Lembaga tersebut, mengkategorikan status bahasa daerah Indonesia menjadi kategori aman, rentan, mengalami kemunduran, terancam punah, kritis dan punah.
1. Status aman berarti bahasa daerah masih dipakai oleh semua anak dan semua orang dalam etnik tersebut.
2. Status rentan berarti semua anak-anak dan kaum tua menggunakan bahasa daerah tetapi jumlah penutur sedikit.
3. Status mengalami kemunduran berarti sebagian penutur anak-anak, kaum tua, dan sebagian penutur anak-anak lain tak menggunakan bahasa daerah.
4. Status terancam punah berarti semua penutur 20 tahun ke atas dan jumlahnya sedikit, sementara generasi tua tidak berbicara kepada anak-anak atau di antara mereka sendiri dengan bahasa tersebut.
5. Status kritis berarti penutur bahasa daerah berusia 40 tahun ke atas dan jumlahnya sangat sedikit.
6. Status terakhir yaitu punah yang berarti tidak ada lagi penutur bahasa daerah.
Bercermin pada laporan itu, selayaknya, perlu ada penelitian yang serius tentang sejauh mana kondisi bahasa Melayu, terkhusus yang dituturkan dalam dialek Melayu dari beragam puak, semisal di Batubara saat ini. Kaum muda yang 'cakap kampong' elok lah jadi sesuatu yang awam ditengok***
Teks : Abdul Kahar Kongah
Foto : k.tanjong
Judul foto: Penari zapin Batubara
Foto : k.tanjong
Judul foto: Penari zapin Batubara
Tags:
Melayu