![]() |
Syukurnya, bongkah-bongkah awan keabu-abuan menggantung di langit. Keadaan itu membuat suhu udara tak begitu menggigit jangat. Biasalah, di iklim tropik seperti di Nusantara cahaya siang kerap menyengat.
Mengendarai sepeda motor, saya berboncengan dengan kakak. Kami memilih jalan yang melintasi kawasan perdesaan. Tapi, cuaca yang mendukung dari langit, ternyata tak sama dengan apa yang kami alami di darat.
![]() |
Meriam bersejarah di Kuala Indah |
Tak lama, sekira tengah hari kami memasuki kawasan Desa Kuala Indah. Mendekati pantai, yang dihadapi kembali jalanan rusak. Debu bakal beterbangan jika kendaraan semacam truk melintas.
Tapi hati, mulai terobati manakala kawasan pantai kian mendekat di pelupuk mata. Duh, Selat Malaka, laut nan bersejarah yang turut mengukir peradaban dunia berabad lamanya.
Pahatan sejarah itu, melekat jua di Kuala Indah. Paling tidak itu diterakan dengan adanya sebentuk meriam tua yang persis berada di bibir pesisir.
Ia berselubung kain kuning. Bernaung pada sebuah bangunan beratap seng. Tak berdinding, sebentuk pagar besi melindunginya.
Dari sana, kami melangkah menyusuri tepian laut berpasir. Aneka kulit kekerangan berbaur di hamparan butiran pasir yang adakalanya terlihat berpendar diterpa cahaya. Di sana, kami mengambil beberapa foto. Mengabadikan sejumlah momentum yang mungkin akan jadi kenangan.
![]() |
Perahu nelayan di daratan |
Satu-dua jenis hewan laut terlihat. Burung bangau putih ada yang tegak di bawah pohon kelapa. Beburungan, adapula yang tampak beterbangan mengitari perahu nelayan. Mungkin ia sedang berselera melihat makanan utamanya: ikan.
Di tepian nan berlumpur, sebentuk ikan yang asing di mata saya merayap. Warnanya menyerupai tanah di sekitarnya. Jujur saja saya tak tahu namanya. Karena merasa aneh saya turut membidikkan kamera. Cheese... saya tak tau apakah ia tersenyum.
Tak jauh, anak-anak pantai mengamati. Beberapa kemudin mendatangi. Tiba-tiba "door" mereka yang seusia anak SD itu berseloroh mengejutkan. Selanjutnya, kami pun bercengkerama akrab. Tak disangka, salah seorang diantaranya, kemudian menawarkan es krim miliknya. Thanks ya dik...
Anak-anak pantai itu bersahaja. Ia agaknya tinggal di sekitar permukiman yang berada di kawasan pantai. Rumah-rumah di sana masih ada yang bentuk panggung, bertangga dan berdinding kayu, diantaranya ada yang terkesan mulai melapuk termakan usia. Memperihatinkan.
Halaman tempat tinggal warga juga kerap dijadikan tempat menjalankan usaha ekonomis. Dijadikan kedai atau menjadi tempat penjemuran ikan. Suasana semacam itu, khas sekali permukiman nelayan tradisional. Apalagi perahu-perahu juga di dekatnya. Didaratkan, agaknya untuk diperbaiki. Sampan-sampan tua dan rusak juga tak sedikit.
Hari kian matang. Tak terasa sudah tiga jam berada di Pantai Kuala Indah yang bersisian dengan sejumlah korporasi dan pelabuhan yang memiliki anjungan cukup panjang menjorok ke tengah laut. Cukup dekat, karena zoom kamera saya masih mampu menjangkaunya.
Pantai itu pun sejatinya indah, sesuai namanya. Apalagi manakala semua pihak berkenan menjaga, melestarikannya. Termasuk menjaga kebersihan pantai dan lingkungan di sekitarnya. Semoga.**** Penulis: gadiza/Editor: k.tanjong.
Tags:
Tanjung Limaupurut