Di Bengkalis Menyingkap Jejak Perjuangan Sang Naualuh Dan Datuk Setiawangsa

Pusara yang dikenali sebagai makam Sang Naualuh




Pelabuhan Sungai Pakning. Kendaraan-kendaraan beragam jenis, mulai dari sepeda motor, mobil keluarga, hingga truk bersumbu roda tiga, nyaris mengular di bibir pantai. Ramai. Masing-masing berharap menumpang fery roll on-roll off yang terkabar cuma beroperasi 4 unit. Udara lumayan panas, Tapi semua tertib menunggu giliran diangkut, sekalipun harus tertahan 1-2 jam. Tak mengapa.

Maksudnya sama: menapak di Pulau Bengkalis, walau tujuan yang ingin dicapai berbeda-beda. Yangj jelas, kami dari Batubara yang sebelumnya melakukan ekspedisi ke Tanah Datar dan Siak Sri Indrapura, ingin berziarah ke makam Sang Naualuh Damanik dan Datuk Setiawangsa. Dua tokoh dari belahan Timur Sumatera, yang dengan sepak terjangnya di masa lalu sebenarnya pantas dihargai sebagai Pahlawan Nasional.

Sekira setengah jam bersama 'Swarna Putri' melayari selat nan tenang, beranda pusat kota Kabupaten Bengkalis menyambut di hadapan mata. Lalu-lintas di jalanan kota terbilang lengang, trotoar dan taman-taman kota tampak bersih. Tak sejumput sampah terlihat, kecuali alur menuju laut yang sendimentasinya ditumbuhi rerumputan liar.

Jelang Maghrib, mobil kami mencecah kawasan Senggoro. Menuju Jalan Bantan setelah berbelok ke arah kanan melewati Masjid Raya Al-Mubarak, tak jauh terdapat dua plang yang jadi alasan untuk berhenti, karena telah sampai pada tempat yang dituju. Tertulis di sana: 'Makam Raja Pematang Siantar Sang Naualuh Damanik' Syukurlah niat kami telah tersampaikan,'bersua' tokoh besar Simalungun, walau hanya dengan pusaranya.

Lokasi Makam Sang Naualuh Damanik, Bengkalis



Persis di tepi drainase terbuka yang cukup lebar dan dalam, Kompleks makam Tuan yang semasa hayat sempat menguasai kawasan luas nan makmur hampir di sepanjang Sungai Bahbolon dan perbukitan di lingkar Danau Toba itu, terbilang sederhana. Dua nisannya bercat putih dan galang-galang air berlapis keramik dengan warna yang sama.

Segenap itu, dinaungi bangunan terbuka bertiang beton pada empat sudut. Dari depan, atapnya tampak berbentuk segitiga berhiaskan motif-motif etnikal pada bagian bubung dan lisplang. Dibawahnya, terpasang prasasti berbahasa Indonesia yang menerakan penggalan kisah hidup Tuan nan mulia itu. 

Terpahat, bahwa 'Raja Siantar' itu lahir pada Tahun 1857 dan mangkat 1914. Dari informasi tersebut, dapat diperkirakan Beliau menghadap keharibaan Rabb nya pada usia 57 tahun. Juga diterakan, mengenai tindakan penangkapan oleh pihak Belanda 1904. Lalu pada 1906 di bawa ke Bengkalis dengan status pengasingan untuk seumur hidup. Tragis sekali.

Huis Van Bewaring

Jika dikatakan bahwa Tuan Sang Naualuh, termasuk Datuk Setiawangsa semasa hayat hanya sempat berada di Huis Van Bewaring itu, maka secara jelas dapat disimpulkan, agaknya Pemerintah Hindia-Belanda, hanya bermaksud menyingkirkan secara halus dua persona penting itu.

Kolonial, sangat berhati-hati, kalau tidak dingin dikatakan justru tidak bermaksud sama sekali untuk menetapkanuh keduanya sebagai narapidana, yang kemudian tindakan lanjutnya adalah mengirimkan ke penjara yang sesungguhnya.

Bangunan Huis Van Bewaring



Artinya, aneka tuduhan yang dialamatkan, hanyalah upaya akal-akalan menggunakan hukum sebagai senjata non material guna mengamankan kepentingan politik pemerintahan merah-putih-biru kerika itu. Bisa ditebak, kemungkinan besar salah satu yang dituduhkan adalah pasal-pasal pidana yang sifat 'elastieke' nya sudah keterlaluan. Tapi mengapa ke Bengkalis, bukan ke Deli?

Saat ini, Huis Van Bewaring, yang dikenali awam sebagai fasiltas milik Belanda untuk penempatan Tuan Sang Naualauh dan saudaranya dari Pagurawan itu, terletak pada satu titik lokasi di Jalan Belanda. Tampilan depannya, masih menampakkan sosok asli, kecuali pagar dan semacam gapura, yang terkesan baru, yang membuktikan Pemerintah Bengkalis punya upaya tersendiri guna pelestarian bangunan 'heritage' itu.

Namun sangat disayangkan, tindakan yang sama tidak dilakukan pada Kantor Residen Sumatera Timur di seputaran pusat kota. Bangunan penting yang bernilai historikal tinggi tersebut, saat ditunjukkan oleh Wan Syaifullah yang pernah bekerja di pemerintahan Bengkalis, hanya menyisakan dua tunggul bekas bangunan, yang masing-masing tertancap besi di tengahnya. Pada bagian lain di halaman berumput masih tersemat meriam kuno.  

Makam yang diduga kuat sebagai pusara Datuk Setiawangsa



Wan Syaifullah berdarah bangsawan Melayu suami Hj.Ratna Asmara,yang diduga kuat punya hubungan keluarga berketurunan Datuk Setiawangsa  Ia pula yang kemudian berkenan menunjukkan makam mantan penguasa Kedatukan Pagurawan tersebut. Berbeda lokasi dengan makam Raja Siantar, makam datuk berasal Batubara itu, mirip kawasan perdesaan yang relatif sepi penduduk.

Senangnya, infrastruktur jalan di Pulau Bengkalis relatif baik.Mulus.Sehingga dari 'penjara' Huis Van Bewaring cuma butuh beberapa menit sahaja. Tanpa terasa, sudah berada pada areal pemakaman, yang diduga kuat merupakan tempat beristirahat terakhir Datuk Setiawangsa yang bernama asli Muhammad Yusuf itu.

Mudah menebaknya, karena pusara tersebut agak berada dalam posisi tengah dan bentuk fisiknya juga lebih besar dari makam-makam lain di sekelilngnya. Artinya, itu juga menunjukkan bukti penghormatan dari masyarakat, baik terhadap jasa, maupun keturunan juga peranan almarhum semasa hayat. 

Tersebut, sebelumnya, makam di atas pernah dibuatkan penaungan terbuka beratap. Tapi belakangan, ada pihak keluarga yang memimpikan sesuatu yang mengandung pesan agar bangunan itu dibongkar. Sejak itu, hingga sekarang pusara penting itu, cuma beratapkan langit. Tak ada pertanda fisik yang terlalu menonjol. 

Bersama Wan Syaifullah dan istri yand disebut keturunan Datuk Setiawangsa


Jikapun begitu keadaannya, tidaklah berarti nama Datuk Setiawangsa, juga Sang Naualuh Damanik turut senyap dalam denyut nadi kehidupan bangsa ini. Mereka akan tetap hidup pada semangat yang sengaja ataupuntidak telah bertitip pada generasi-demi generasi.

Semangat itulah yang menggentarkan nyali penjajah Belanda.Semangat anti penindasan manusia terhadap manusia lainnya. Semangat yang mendorong khalayak sekitar untuk bersama memutus belenggu pembodohan, keterbelakangan juga perbudakan yang kerap subur pada wilayah koloni manapun di permukaan bumi.

Sejauh ini, diketahui aneka pencarian dan pemahaman mengenai sejarah Sang Naualuh serta Datuk Setiawangsa, tetap ada.  Banyak sisi mengenai aspek-aspek kehidupan kedua tokoh penting itu untuk perlu digali dan di dalami. Termasuk mengenai perjuangan dan sikap mereka menentang cengkeram kuku kolonial.. Yang jelas, mereka ditangkap, diasingkan. Tentu saja akibat mereka sangat berpengaruh, menakutkan Belanda. Dalam sudut pandang itu, keduanya, musuh utama penjajah.****k.tanjong

Lebih baru Lebih lama