Orang Rohingya Muslim Nan Tertindas

Perahu Pengungsi Orang Rohingya

Terapung-apung di tengah lautan, tanpa makanan dan air yang cukup karena binasa di perjalanan. Bukan satu-dua, puluhan hari bertahan hidup dalam kondisi menakutkan itu. Menyabung nyawa di antara hempasan ombak dan badai. Cuma semangat yang tersisa. Juga kepasrahan: mungkin hidup bersua daratan, atau berpusara di kedalaman.

Itulah gambaran mengenai Orang Rohingya. Satu dari banyak kelompoknya, pada penghujung Desember 2021 bernasib baik karena dapat diizinkan merapat ke kawasan perairan Aceh. Sekira 120 orang, kebanyakan adalah anak-anak dan wanita. Mereka, di temukan nelayan Aceh di tengah laut. Mesin perahunya padam.  

Ketika melihat dari jauh ada perahu lain di sekitarnya, mereka memanggil-manggil sambil memukul-mukul perut. Membentuk telapak tangan membentuk suapan, dan mengarah-arahkannya ke mulut. Mereka kelaparan. Sebagian diantaranya agaknya sakit, atau malah meregang nyawa karena perut yang kosong itu.

Klik Juga: KEKHALIFAHAN UTSMANIYAH PADAM, SIAPA BENDERANG

Dramatis sungguh untuk perolehi tujuan: kebebasan. Tinggalkan kampung halaman akibat keganasan, boleh jadi disulut faktor sosio-politik atau malah sekadar arogansi kekuasaan

Sepenggal kisah Rohingya dari masa lalu

Inilah yang tertera dalam catatan yang ada: Rohingya terambil dari kata Rohai atau Roshangee.Artinya penduduk muslim Rohang atau Roshang, nama awal  dari kawasan yang belakangan disebut Arakan.

Pada Tahun 1342 berdiri Kerajaan Bengal. Wilayah kekuasaannya meliputi Bangladesh, belahan Timur India dan Myanmar bagian Barat.

Setelah mualaf, Narameikhla merubah nama menjadi Suleiman Shah. Sejalan dengan itu, sekira Tahun 1420 diumumkanlah berdirinya seuatu Kesultanan Islam merdeka di Arakan yang sebelumnya dikuasai sebentuk kerajaan yang ada di Myanmar (Burma) 

Klik Juga: PEGIAT PEREMPUAN UIGHUR KIAN LANTANG DALAM KETIDAKADILAN

Ketika itu, sultan  mendatangkan orang-orang Bengali guna bantu melancarkan pemerintahannya. Tindakan itu turut mendorong perkembangan komunitas Muslim di daerah tersebut.

Hampir empat abad usia KesuItanan Islam itu. Hingga Pada 1784, Arakan kembali dikuasai oleh Raja di Burma. Namun Tahun 1824, negeri itu menjadi wilayah koloni Inggris. Lalu pasca dua peralihan penguasa, hal-hal yang menyedihkan mengenai nasib Orang Rohingya pun menghebat. 

Darah kaum muslimin tumpah ke tanah.Sedikitnya 100 ribu dari mereka sempat menjadi korban pembantaian dari milisi-milisi pro Inggris. Sejak itu, umat Islam Rohingya hidup dalam ketakutan. Ada semacam efek traumatik yang mendalam.

Kondisi mereka kian memperihatinkan semasa Perang Dunia II. Lagi, pembantaian demi pembantaian terjadi, terlebih manakala Burma sempat mengalami vacum of power menyusul hengkangnya Inggris akibat tekanan Dai Nippon.

Penindasan yang terus berlanjut

Januari 1948 Burma merdeka. Namun tekanan terhadap muslim terus berlanjut. Ujungnya, sekira 13.000 orang Rohingya mengungsi guna mencari perlindungan di negara bersempadan, seperti India, juga Pakistan. Inilah yang dijadikan alasan bagi Burma untuk menolak hak kewarga negaraannya. Mereka tak diizinkan kembali ke Birma. Status manusia tanpa negara pun lalu tersandang. 

Tapi tindakan penyelamatan diri mereka bukannya tanpa alasan. Marginalisasi telah mulai dirasakan sejak awal negara Burma wujud Tahun 1948. Malah, pada 1962 Jenderal Ne Win diduga kuat menjadi dalang upaya penindasan tersistematis terhadap Rohingya. Wujudnya, berupa pembubaran organisasi sosial dan politik kelompok minoritas itu.

Klik Juga: BIUS DEMOKRATISASI DI RANAH NASIONALISME

Hingga Abad ke-21 ini pun penindasan terhadap mereka tak jua kunjung usai. Entah sampai kapan.****k,tanjong
Lebih baru Lebih lama