Siak Sri Indrapura:Tempat Rindu Tiada Bersudah (Bagian V)

.
Siak Sri Indrapura bak menjadi tempat dimana kemeriahan tak kunjung usai. Pergelaran seni budaya adalah sesuatu yang kerap tampak digelar.. Tentunya, nyaris seratus persen bernafaskan Melayu. Bahkan otoritas lokal sempat melabel Siak bagai 'The Truly Malay' dengan gelora budaya yang terus menerus dihidupkan itu.

Tengoklah beberapa agenda, diantaranya ada yang dalam bentuk Festival Zapin Internasional dalam Program Siak Bermadah. Inilah yang sempat saya saksikan malam itu:

"Datanglah tuan, datanglah nyawo…Datanglah dengan budi baeknyo..Oiii…."

Syair senandung melengking,mendayu, menggema di angkasa.Suasana sontak hening. Semua perhatian tertuju pada panggung dimana 6 penari Batubara memulai persembahan tari Zapin kreasi. Kadang gemulai,  kadang menghentak,berputar, meliuk, mengikuti langgam tari dan musik yang meningkahi. 
5-6 menit mengisi pentas, tepuk tangan riuh terdengar mengiring sajian diakhiri. 

Dalam momentum yang sama, kelompok-kelompok seniman tari mancanegara pun turut pula hunjukkebolehan, Malaysia, Singapura, juga Thailand. Beberapa, berasal dari dalam negeri diantaranya adalah Bengkulu,,Mempawah, termasuk tuan rumahnya sendiri.

 Suasana semacam itu membuat Siak jadi benar-benar Melayu. Apalagi jelang akhir Oktober ini ada even Lomba Kompang Shalawat dan Festival Kuliner. November hingga Desember lebih menarik lagi dengan Lomba Silat Sijori (Singapura, Johor,Riau dan Kepulauan Riau) Ghatib Beghanyut,  Festival  Gasing Internasional. Puncaknya, pada 2-3 Desember dengan pelaksanaan Festival Suku Akit. Wuuih padat. Dan semua agenda itu tentu memantik perhatian.

Pemerintah Siak nampaknya tak mainmain dalam menghidupkan budaya Melayu nan luhur. Hal itu tentu saja patut diapresiasi. Karena dengan begitu, mungkin saja beberapa budaya Melayu yang di beberapa negeri telah punah, justru dapat disaksikan disini: di negeri bertuah, tempat minyak bumi berlimpah ruah.

Lebih dari semuanya, Sikap wargaSiak sangat berterima terhadap tamu yang mengunjunginya. Ramah dan bersahabat. Anda mungkin akan lebih dahulu disapa dengan senyum tersungging saat berpapasan. Mereka juga dengan senang hati diajak berbincang, atau malah saat Anda menanyakan sesuatu. Sungguh, salah suatu bagian contoh  adab  ‘Melayu Yang Sebenarnya'

Hmmm .Sungguh berat rasa di hati nak tinggalkan kota . Segala yang tersaji, seakan menahanku untuk tetap berpijak pada bumi bergelar Negeri Istana itu. Pada langitnya, pada sungainya, ramah santun, budaya, juga pada kekayaan sejarahnya yang melekat erat. Sayang, hutan nyaris tak terlihat lagi lebat.
Pagi itu hari keempat. Ketika kaki nak beranjak angkat, waktu serasa jadi melambat. Lalu. saat Jembatan Sulthanah Latifah dihadapan, ada deru dalam dada yang tak terkatakan. Sepenggal hasrat terselip di hati: aku sungguh ingin kembali. Lagi**** 

Teks/foto    : k.tanjong
Judul foto    Perhelatan seni Melayu
Lebih baru Lebih lama