![]() |
.Bangunan Era Kolonial Di Labuhan Ruku |
Sementara itu, kekuasaan kelima Datuk yang sebelumnya memerintah di Batubara tetap dipertahankan. Kekuasaan para Datuk tersebut nantinya, secara peralahan dipangkas sampai akhirnya mereka hanya mendapatkan semacam fee dari pemerintah kolonial.
Berdasarkan informasi yang berhasil dirangkum, Datuk Tanah Datar, Bogak, Lima Puluh, Lima Laras dan Pesisir mendapatkan ganti rugi masing-masing sebesar 2000 Gulden setahun. Khusus untuk Datuk Lima Puluh diberikan lagi tambahan ganti rugi sebesar 875 Gulden karena pengambilan alih hak cukai di muara Sungai Gambus dan Telok Piai. Syahbandar Batubara menerima 750 Gulden pertahun karena kehilangan hak penerimaan cukai.
Kenapa Belanda harus membayar fee kepada mereka padahal dengan kekuasaan penuh ditangan mereka pada waktu itu, bisa dikatakan para Datuk itu bukan apa-apa?
Tentu ini hanya politik Belanda agar para Datuk itu menjadi 'anak manis' mereka. Setelah lelah dan compang-camping karena perang dengan Pangeran Diponegoro (Java Oorlog 1825-1830),
Mereka tidak mau ambil resiko sekecil apapun itu.
Memang pernah terjadi pemberontakan kecil, misalnya, Raja Pagurawan, Tahun 1894, Datuk Setia Wangsa, karena menentang Belanda. Namun akhirnya dibuang ke Bengkalis selama lima tahun.
Beliau digantikan oleh putranya Datuk Setia Maharaja Lela. Begitu juga Raja Tanjung Kasau dijatuhkan Belanda di tahun 1900 digantikan oleh adiknya Raja Maharudin. ****
Teks/foto:
Abdul Kahar Kongah
Gedung era kolonial di Labuhan Ruku
Gedung era kolonial di Labuhan Ruku
Tags:
Melayu