![]() |
. |
Beragam isu bernuansa politik membanjiri publik. Belum lagi keadaan ekonomi juga mengalami masalah yang tak ringan. Situasi tak lagi segahar era Sulaiman Alqanuni.
Walau Khallifah Sultan Abdul Hamid II telah bekerja keras memulihkan keadaan, utamanya dengan melunasi hutan-hutang negara, namun keadaan tak terselamatkan jua, 1924 Segalanya berakhir,
Penghancuran kekhalifan mutakhir kaum muslimin itu, setidaknya terindikasi melalui dua jalur terkuat. Penekanan pada sektor-sektor ekonomi.Sejalan itu, berkobaran paham nasionalisme.
Tidak hanya di Turki, paham itu menjalar juga ke belahan lain bumi, termasuk pada wilayah yang secara langsung maupun tidak,masuk dalam jangkah pengaruh Istanbul. Semangat 'merdeka' menjalari.
Diketahui, paham-paham semacam itu, pengajur-penganjurnya justru dari Barat, seperti Ernst Renan, Louis Snyder dan kawan-kawan.
Lalu, adakah pengaruh semua itu terhadap Negeri--negeri Melayu?
Seusai Kehalifahan Utsmaniyah rontok, praktis membawa kegoncangan tersendiri di negeri kaum kuslimin seantero jagat. Seperti negeri-negeri di kawasan Melayu yang sejak lama punya hubungan baik dengan Turki, misalnya dalam hal KeIslaman dan posisi Kekhalifahan Utsmaniy sebagai khadimul haramain, penjaga dua Tanah Suci: Makkah dan Madinah
Berikut nasionalisme, sekularisme dalam banyak wajahnya, juga lebih leluasa merebak.Kesultanan Melayu tentulah jadi penghalang bagi kelompok-kelompok ini. Karena ajaran lama berupa adat bersendikan syarak dan syarak bersendikan Kitabullah masih terpelihara.
Di sisi lain, kaum kapitalis punya 'ancaknya' sendiri. Tanah-tanah luas dan subur di wilayah-wilayah kesultanan Melayu, seperti yang ada di Sumatera, jadi incaran. Belum lagi minyak dan gas di perut buminya. Seperti di Langkat, juga Siak.
Walhasil Kesultanan-kesultanan Melayu bak daging mentah nan segar yang diperebutkan gerombolan singa. Belakangan ada yang 'menyerah'. Kesultanan tutup buku, tapi pribadi dan keluarganya aman-aman saja.
Terkait dengan itu, penting juga disimak lebih jauh apa alasan sejati yang membuat tragedi 1946 terjadi di Sumatera Timur.Pembantaian kesultanan-kesultanan Melayu. Hanya berselang sekira 22 tahun sejak nadi kekhalifahan Utsmaniyah tak berdenyut lagi di Instanbul.
Kejayaan kesultanan Melayu itu memang telah terkubur.Tapi sesuatu hal yang teramat penting: pemerintahan yang secara konservatif dan temurun menempatkan ajaran Islam sebagai junjungan, tampaknya turut menyertai.Ajaran yang universal yang erat kaitannya dengan hukum dan aturan.
Sekalipunpun penerapannya mungkin belum sempurna, setidaknya ditengah tekanan yang diterima, tidak pernah tersiar ungkapan seperti ini: negara kita bukan negara agama, tapi bukan negara sekuler.
Sepeninggal Kekhalifahan Utsmaniyah, Melayu bak terperosok ke lubang nan dalam. Saat ini agaknya tengah memulihkan semangat. Untuk bangkit lagi, menata masa hadapan membangun peradaban.***
Teks :k.tanjong
Foto :Rumah Besar Datuk Limalaras/istimewa
Tags:
Melayu