Benarkah Kesultanan Melayu Feodalistik?

Forum Silaturrahmi Keraton Nusantara

Agaknya telah jadi awam, pada masa lalu cap feodalis dilekatkan pada kesultanan Melayu yang masih eksis. Isu itu barangkali dibina dan dikelola kelompok tertentu berseberangan. Belakangan, label feodalis itu bisa jadi merupakan salah satu alasan terjadinya peristiwa berdarah di Sumatera Timur; 

Tragedi memilukan itu terjadi jelang pertengahan abad ke-20, abad di mana paham nasionalis merebak di penjuru bumi. Itu, cuma berselang sekira 22 tahun saja sejak kekhalifahan Utsmaniyah tutup buku.

Hal buruk itu, menorehkan bukti kesuksesan kaum sekularis dan nasionalis menggerogoti pemerintahan bercirikan Islam yang dipegang sah oleh Khalifah.

Berikutnya, masalah yang dihadapi kesultanan-kesultanan  Melayu jadi kian kompleks. Menangani soal isu feodal itu jadi hal yang relatif berat, terlebih adanya pemanfaatan lahan-lahan bagi perkebunan berlabel asing. 

Itu dapat dipandang sebagai model kolonialisme gaya baru, yang menempatkan pemilik kapital sebagai pemain yang menentukan. baik dalam kancah ekonomi, juga politik. Boleh jadi, kekuatan politik justru jadi kuda tunggangan semata.

Mengenai cap feodal yang dilekatkan, jika ditilik lebih dalam, merupakan sesuatu yang tidak tepat jika dialamatkan pada para sultan-sultan yang eskis kala itu, Soalnya, jika secara umum diamati, areal pertanahan yang diguna sejatikan oleh warga di wilayah masing-masing justru tidak bisa jua dikata sempit.

Setidaknya, itu dapat dijelaskan dengan penggalan peta wilayah perkebunan yang diperuntukkan bagi perkebunan asing di Pesisir Timur Sumatera. 

Lagi pula, boleh jadi warga yang mengelola lahan yang ada bukanlah cuma penduduk tempatan. Tapi banyak diantaranya merupakan para pendatang yang diberi keleluasaan mengelola sedayanya, memakmurkan diri dan keluarga masing-masing.

Karena keberadaan lahan bagi warga itulah mengapa kemudian tidak ada yang dapat disebut sebagai kaum proletar di Nuswantara. Bukan seperti di Eropa, atau Rusia.

Mirisnya, ada yang menganggap bahwa kelompok proletar semacam itu, bahkan jiwanya pun telah tergadai. Lahan tanah tak punya, 

Belum lalgi, mesin-mesin produksi mempersempit peluang kerja buruh, pajak jadi bak lintah yang menghisap darah sampai ke tulang sum-sum. ***

Teks/foto     :k.tanjong
Judul foto    :Delegasi Forum Silaturrahmi  Keraton Nusantara, saat                                 bertemu di Jakarta
Lebih baru Lebih lama