Di tepi bagian hilir Sungai Tanjung siang itu sinar mentari terasa akrab menyapa jangat. Kami berempat, menyisiri tepian yang ramai ditumbuhi tanaman palma yang ujung dedaunannya bak tertaut erat. Wajah-wajah itu, terkesan berbinar semangat, walau penat tak urung jua mulai menyengat.
Ya, sesuai peta yang ada, tujuan kian dekat. Tempat di mana berabad silam biduk rombongan Datuk Umar Palangki merapat. Membawa sanak pun kerabat. Agaknya dengan satu tekad, membina kehidupan dan penghidupan demi anak cucu agar selamat.
Klik Juga: PALANGKI LAND
Tak lama, penghujung tanggul sungai kami hampiri. Dekat alur sungai nan berkelok, merupakan titik kawasan Limaupurut yang kami yakini. Pada sisi kiri ketika tubuh menghadap laut, ada sungai yang alurnya lebih kecil, menuju kampong yang kini bernama Kuala Indah, tempat dua laras meriam dalam posisi rebah, menghadap Selat Malaka nan bersejarah.
Datuk Umar Palangki, dalam sejumlah catatan referensi dalam eksistensi Kedatukan Tanjung Limaupurut berlaku sebagai pendiri. Lalu, pemangku silih berganti. Di Belakang hari Simalungun menjadi sempadan negeri. Limapuluh dan Sipari-pari di kanan-kiri.
Kilk Juga: TELUSUR TANJUNG LIMAUPURUT
Ah, memang Kedatukan Tanjung Limaupurut tiada lagi.Namun semangat yang dibawa Datuk Umar Palangki masih bak api nan membara dalam sanubari generasi.Karena sejarah turut jua mengandungi falsafah bagi anak-cucu yang dapat dipedomani. Untuk kejayaan kini dan nanti. Sebab kata Hang Tuah 'Tak Melayu hilang di bumi" ****k.tanjong
Tags:
Tanjung Limaupurut